Peristiwa 10 Nopember, saat terjadi pergolakan oleh arek-arek Soerabaja dibawah pimpinan Bung Tomo demi mempertahankan integritas bangsa Indonesia, yang kala itu baru seumur jagung dengan menyobek paksa bendera merah-putih-biru di atas Hotel Yamato yang kemudian hanya menyisakan merah putih saja sebentar lagi akan terdengar nyaring gaungnya. Ya, sebentar lagi 10 Nopember, akan muncul beragam iklan-iklan yang mengingatkan kita akan makna kepahlawanan dibalik tanggal 10 Nopember yang meskipun dibalik iklan berkaitan, akan ada motif terselubung. Politik.
Kepahlawanan, sebuah kata dengan beragam pemaknaan berbeda yang terkandung didalamnya namun dengan satu kesamaan, yakni heroisme. Suatu frasa yang sangat sakral penggunaannya karena tidak semua orang akan mendapatkan gelar kepahlawanan dari orang disekitarnya, terlebih dari negara.
Pun begitu, pahlawan pengobar semangat arek-arek Soerabaja dalam peristiwa 10 Nopember yang kita mengenalnya dengan nama Bung Tomo juga harus mengalami menjadi pahlawan "tanpa gelar" dari pemerintahan Indonesia sebelum akhirnya secara sah mendapat gelar pahlawan nasional pada tahun 2008 yang lalu. Bung Tomo adalah pahlawan yang hanya mendapat pengakuan gelar pahlawan dari masyarakat, bukan (belum) dari pemerintah.
Sekalipun Bung Tomo saat peristiwa 10 Nopember berjuang dengan ikhlas (aku yakin itu) sebagai seorang putra bangsa, ternyata keihklasan itu saja tidaklah bisa menjadikan beliau mendapat gelar pahlawan (kecuali dari masyarakat). Gelar pahlawan memang tidak pernah diharapkan oleh seorang Bung Tomo maupun para pejuang zaman dahulu atas jasanya terhadap bangsa ini. Indonesia. Namun, bukankah sebagai bangsa timur yang mengagungkan rasa kebersamaan dan penghormatan terhadap sesama, pemberian gelar pahlawan bisa menjadi representasi sekaligus aplikasi budaya timur diatas?
Pahlawan, disatu sisi banyak yang membicarakan gelar ini untuk disandingkan dengan orang-orang besar yang jasanya dikenang oleh masyarakat secara luas. Sedikit yang berpikiran untuk menyandingkannya dengan orang terdekat yang paling berpengaruh disekitarnya, yakni orang tua.
Betapa, sejak kecil seorang anak dididik dan diajari untuk mengenal bahkan menghafal data diri lengkap riwayat hidup seorang (atau mungkin semua) pahlawan nasional.
Nampaknya, pahlawan terdekatnya jadi terlupakan oleh hal ini. Coba tanyakan pada diri sendiri saja, apakah kita tahu berapa tanggal lahir, tempat kelahiran, orang tua dan sejarah dari orang tua kita?
Aku pribadi menjawab tidak, bagaimana denga kamu?
Itulah yang ingin aku sampaikan, pahlawan itu bukanlah orang yang memaksa atau ingin untuk dikenal dan dipelajari data diri plus segala tetek-bengek atas perjuangannya seperti yang diajarkan pada anak usia sekolah dasar (mungkin juga mulai taman bermain) sampai pada usia mahasiswa.
Pahlawan adalah orang yang dengan ikhlas tanpa pamrih berjuang dan bertarung nyawa demi nilai kebaikan yang dipercayainya, tanpa ingin dikenal karena perjuangannya, (kalaupun terkenal, itu adalah sebuah bonus). Tidaklah sebuah keharusan untuk mengetahui secara mendetail data diri seorang pahlawan nasional. Toh, pahlawan tersebut tidak pernah menginginkan kita mempelajari data dirinya seperti orang tua kita yang tidak/jarang menceritakan data dirinya bahkan kepada anak-anaknya sendiri.
Meskipun demikian, hal tersebut diatas tidak lantas menghilangkan respect kita kepada orang yang mendapat gelar "pahlawan" dari masyarakat, dari negara maupun dari diri kita sendiri yakni orang tua kita. Kita tetap harus mengenal serta mengikuti kegigihan perjuangan mereka, dalam koridor kekinian.
Selamat hari pahlawan setiap saat dan setiap hari, bukan hanya pada saat tanggal 10 Nopember saja wahai pahlawan-pahlawanku, pahlawan-pahlawanmu dan pahlawan-pahlawan kita. Maaf, kami tidak mendetail mengenal data dirimu, namun kami mendetail paham apa yang engkau perjuangkan adalah atas dasar keihklasan dan pembelaan atas nilai kebaikan. [subjektifitas ahmad mu'azim abidin]
-http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_10_November
-http://sosok.kompasiana.com/2012/10/31/bung-tomo-pahlawan-yang-sempat-tak-diakui-505513.html
Kepahlawanan, sebuah kata dengan beragam pemaknaan berbeda yang terkandung didalamnya namun dengan satu kesamaan, yakni heroisme. Suatu frasa yang sangat sakral penggunaannya karena tidak semua orang akan mendapatkan gelar kepahlawanan dari orang disekitarnya, terlebih dari negara.
Pun begitu, pahlawan pengobar semangat arek-arek Soerabaja dalam peristiwa 10 Nopember yang kita mengenalnya dengan nama Bung Tomo juga harus mengalami menjadi pahlawan "tanpa gelar" dari pemerintahan Indonesia sebelum akhirnya secara sah mendapat gelar pahlawan nasional pada tahun 2008 yang lalu. Bung Tomo adalah pahlawan yang hanya mendapat pengakuan gelar pahlawan dari masyarakat, bukan (belum) dari pemerintah.
Sekalipun Bung Tomo saat peristiwa 10 Nopember berjuang dengan ikhlas (aku yakin itu) sebagai seorang putra bangsa, ternyata keihklasan itu saja tidaklah bisa menjadikan beliau mendapat gelar pahlawan (kecuali dari masyarakat). Gelar pahlawan memang tidak pernah diharapkan oleh seorang Bung Tomo maupun para pejuang zaman dahulu atas jasanya terhadap bangsa ini. Indonesia. Namun, bukankah sebagai bangsa timur yang mengagungkan rasa kebersamaan dan penghormatan terhadap sesama, pemberian gelar pahlawan bisa menjadi representasi sekaligus aplikasi budaya timur diatas?
Peristiwa Hotel Yamato by : wikipedia |
Betapa, sejak kecil seorang anak dididik dan diajari untuk mengenal bahkan menghafal data diri lengkap riwayat hidup seorang (atau mungkin semua) pahlawan nasional.
Nampaknya, pahlawan terdekatnya jadi terlupakan oleh hal ini. Coba tanyakan pada diri sendiri saja, apakah kita tahu berapa tanggal lahir, tempat kelahiran, orang tua dan sejarah dari orang tua kita?
Aku pribadi menjawab tidak, bagaimana denga kamu?
Itulah yang ingin aku sampaikan, pahlawan itu bukanlah orang yang memaksa atau ingin untuk dikenal dan dipelajari data diri plus segala tetek-bengek atas perjuangannya seperti yang diajarkan pada anak usia sekolah dasar (mungkin juga mulai taman bermain) sampai pada usia mahasiswa.
![]() |
single fighter hero : my emak |
Meskipun demikian, hal tersebut diatas tidak lantas menghilangkan respect kita kepada orang yang mendapat gelar "pahlawan" dari masyarakat, dari negara maupun dari diri kita sendiri yakni orang tua kita. Kita tetap harus mengenal serta mengikuti kegigihan perjuangan mereka, dalam koridor kekinian.
Selamat hari pahlawan setiap saat dan setiap hari, bukan hanya pada saat tanggal 10 Nopember saja wahai pahlawan-pahlawanku, pahlawan-pahlawanmu dan pahlawan-pahlawan kita. Maaf, kami tidak mendetail mengenal data dirimu, namun kami mendetail paham apa yang engkau perjuangkan adalah atas dasar keihklasan dan pembelaan atas nilai kebaikan. [subjektifitas ahmad mu'azim abidin]
-http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_10_November
-http://sosok.kompasiana.com/2012/10/31/bung-tomo-pahlawan-yang-sempat-tak-diakui-505513.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar